SETITIK PUTIH DI ATAS HITAM


Oleh : Kulsum Choerunnisa
Sore ini aku masih berada di kantor tempatku mengabdi, ku lirik  foto istri dan anak-anakku yang sengaja ku pajang di samping meja kerja, rasanya sudah rindu sekali ada di dekat mereka, (me-refresh) kembali pikiran yang lelah ini. Meskipun esok akhir pekan, namun tetap saja aku tidak banyak waktu luang.
Sembari duduk di kursi empuk aku mulai membuka kembali tumpukan berkas-berkas yang masih perlu aku olah, namun tiba-tiba pikiranku melayang  ke waktu yang lain, lalu mendadak merinding mengingat kemarin ada wanita berpakaian tidak senonoh dengan gelagat menggoda datang ke ruanganku membawa proposal yang ku tolak kerja samanya dari sebuah perusahaan untuk pembangunan suatu daerah. Hatiku berdesir kala itu, Untunglah aku  masih diselamatkan Tuhan, foto istriku yang ku pajang mengingatkanku betapa pasti istriku sangat terluka jika mengetahui aku bermain serong.
Tok tok tok.  suara ketukan pintu menyadarkanku ke alam sadar.
“Silahkan masuk” sambutku,
Ternyata pak Jodi, partnerku sekaligus sahabatku dari SMA. Umurnya satu tahun lebih tua dariku, Pak Jodi terkenal dengan perfeksionisnya. Kalau diibaratkan nilai sewaktu sekolah, mungkin kalau belum dapat 100, beliau pasti rela mati-matian untuk selalu menjadi yang terbaik, beliau juga salah satu panutan dalam kinerja di Kantor DPRD ini, karena melihat kenyataan sulit ada yang bersih dan segigih beliau.
“Hai pak Raka, Gimana nih kerjaannya? Sepertinya kita tak boleh pulang dulu sebelum kerjaan ini selesai.” Ucapnya dengan tawa kecil mencairkan ajakan untuk bekerja keras.
“tentu pak, saya selalu berusaha untuk itu” jawabku mantap dan tenang sambil tersenyum sebisaku
“oh iya saya kesini cuma ingin mengingatkan kembali seminggu lagi ada rapat DPRD tentang rancangan perda”
“Iya, saya juga sudah atur untuk rapat.Tinggal di cek kembali, kalau kalau ada yang keliru”
“Yasudah kalau begitu saya permisi pak”
“iya pak, terima kasih”


***

“Pah, makan malamnya sudah siap, ayo kesini dong, anak-anak sudah menunggu”  suara istriku terdengar dari ruang makan.
Seperti biasa dia  selalu menyempatkan menyiapkan makan malam untuk kami, meskipun tugas dia sebagai dosen salah satu perguruan tinggi tidaklah mudah untuk di lakoni, dan padahal aku juga sudah menyarankan padanya biarlah sekali-kali pembantu kami yang menyiapkan makan malam, agar dia tidak terlalu kecapean, namun tetap saja dia selalu ingin memasak. Dia berharap tindakannya bisa jadi ladang ibadah untuknya.
Sebentar aku tinggalkan dulu duniaku yang selalu di kelilingi berjuta kertas dan cahaya  laptop yang selalu menyala. Tiada henti memutar otak untuk kesejahteraan ratusan manusia. Urusan  Negara ini bukan urusan kecil juga riskan untuk semenit pun di tinggalakan dan besok  adalah hari dimana sidang perda, tapi tak menghargai istriku untuk tidak makan bersama pun bukan hal yang baik dan tak nyaman juga untuk hatiku.
Kami makan bersama dengan gembira, sembari ku dengar cerita  dua anakku, Fathan dan Farhan tentang sekolahnya dan keaktifan mereka dalam dunia sosial. Setelah selesai, aku beranjak sebentar ke ruang TV, bukan untuk hiburan tapi untuk memantau informasi media saat ini. Belum lama aku duduk di sofa ruang keluarga tiba-tiba aku dikagetkan dengan sebuah berita.
“Kasus korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN)  semakin marak di Indonesia, Seorang pejabat DPRD, kembali terungkap belangnya sebagai pelaku KKN. adalah Raka Prasetia sebagai anggota DPRD yang di duga terlibat kasus penyuapan dan  money laundry….” Sebelum selesai berita di bacakan jantungku terasa sedikit sakit diiringi nafasku yang mulai terasa berat.
Tiba-tiba istriku mendekat dengan terburu-buru membawa alat hisap oksigen, lalu langsung di pasangkannya di mulutku yang sudah kelelahan mengambil udara. Akhirnya sedikit demi sedikit nafasku mulai terasa normal
“Pah, udah baikan?” sahut istriku
Aku hanya menjawab dengan anggukan
“Berita tadi maksudnya apa pah?” tambahnya lembut seperti tak ingin menyakiti dan menuduhku
“Papah juga belum mengerti” jawabku dengan suara sedikit parau sambil menelan ludah kesakitan
“Yasudah,papah tenang ya, mamah yakin papah gak akan ngelakuin hal kaya gitu ” sahut istriku lembut sambil tersenyum menenangkanku.

Hatiku terasa lebih lega. Tuhan telah mengirimkan penenangku di tengah-tengah pengabdian yang malah menghimpitku, tapi aku masih penasaran dengan kelanjutan berita tadi. Sayangnya pembacaan berita sudah selesai, lalu aku mencoba-coba memindahkan dari satu chanel ke chanel yang lain, berharap masih ada yang menayangkan berita tentangku.
“Orang bersih tinggal di lumpur, akan ikut kena  lumpur.  saya yakin pak Raka Prasetia itu orang yang bersih. kami disini sama-sama berkomitmen untuk menjadikan Negara ini lebih baik, meskipun kami menyadari sekali,  ini resiko jika harus  terkena lumpur, ” bela pak Jodi yang sedang di wawancarai di salah satu statsiun televisi.
“jika ini memang sebuah fitnah, tentu ada seseorang di belakang yang merancang ini. Lalu siapa yang melakukan? Teringat banyak peristiwa yang dari awal pengangkatanku menjadi DPRD yang menimbulkan pro dan kontra hingga terakhir ada seorang wanita berpakaian tak senonoh yang aku tolak proposalnya, siapa sebenarnya yang melakukan ini padaku?” Renungku dalam hati.

***

Sudah beberapa minggu berlalu, banyak wawancara dan jumpa pers namun tetap belum membuahkan hasil, pengacara rekomendasi dari sahabatku Jodi belum juga bisa memenangkan perkara ini.
Aku termenung di ruang tahanan, mengevaluasi diri. Apakah aku terlalu sombong atau pernah melakukan salah hingga mendapat cobaan seperti ini. Aku mencoba menghirup udara dan menghembuskannya dengan lebih teratur, supaya lebih tenang sebelum masuk ke ruang persidangan. Sesaat ada yang memanggil namaku.
“Pak Raka, ini ada telpon dari istri anda.”
Ternyata penjaga kamar tahanan yang memberitahukan kalau istriku menelpon. Selesai mengucap terimaksih tanpa banyak bicara aku langsung terima telpon dari istriku.
“Hallo Pah,  gimana sekarang? ”Terdengar suara sendu di jauh sana.
“Iya mah, mudah-mudahan kali ini bisa membuahkan hasil yang membaik, sebentar lagi papah mau masuk ruang sidang.”
“oh iya pah, mamah sebentar lagi sampai ke Pengadilan. Yasudah, sampai ketemu di pengadilan aja” jawabnya
Iya mah. Jawabku singkat
Terbersit dalam hatiku, terasa sedikit janggal ketika istriku menelpon, sepertinya ada yang ingin dia sampaikan namun dia urungkan. Padahal sudah sebisa mungkin aku tegarkan suaraku, namun sepertinya dia masih bisa merasakan hati ini sedang pilu, hingga membuat dia tak ingin membicarakan apa pun lagi. Tanpa pikir panjang aku minta ijin menelpon balik istriku.
“Sebentar pak, saya minta ijin menelpon istri saya, tadi lupa ada yang mau saya sampaikan”
“Yaudah, jangan terlalu lama. ”
Aku mengetik nomor telpon istriku dan akhirnya tersambung.
 “Hallo, mah”
“iya pah. Ada apa? Ada yang perlu mamah ambil dari rumah?”
“Engga, mamah tadi telpon sebenarnya ada apa? Papah tak enak hati, tolong jawab jujur ya mah, supaya papah tenang”
Sesaat hanya terdengar hening, namun tak lama dari itu terdengar suara tangisan dari seberang sana, aku semakin keheranan dengan sikap istriku.
“mah, kenapa?” ucapku heran.
“Maafin mamah pah, mamah belum bisa mendidik anak kita dengan baik. Farhan anak kita ikut tawuran katanya depresi malu di jadikan objek bullying di sekolah sebagai anak koruptor. Dia terluka parah, sekarang sedang di rumah sakit di tunggui Fathan” suaranya sesenggukan
“Ya Tuhan, maafkan aku” Ucapku dengan hati semakin pilu mendengar ucapan istriku
Tentulah keadaan seperti ini membuat berbagai goncangan, tidak hanya pada diriku dan  orang-orang politik di sekitarku namun istriku, anak-anakku hingga keluarga besarku. Oh Tuhan apa yang harus aku jawab tentang pertanggung jawabanku kelak.
“Maafin papah juga mah, sampaikan juga pada anak-anak, maafin papah. Untuk waktu yang banyak tersita untuk kalian, dan sekarang dengan goncangan yang menimpa ini. Sungguh ini di luar kemampuan papah” lirihku tak mampu lagi menahan untuk menitikan airmata.
“Cepat Pak Raka, sidang akan segera di mulai” sahut petugas kamar tahanan memotong percakapanku dengan istriku..
Entah karena terburu-buru dan di kagetkan, aku malah tak sadar menutup telpon dengan memijit tombolnya tanpa ucapan apapun lagi pada istriku. Kurasakan lagi sesak di jantungku dan nafas yang berat, namun ku coba sugestikan semua yang positif, ingat Tuhan selalu ada dan bersama orang-orang yang bersabar. Aku usap air mataku yang sempat keluar, berdoa dalam hati dan  segera masuk ke ruang persidangan.
Aku langsung di rangkul sahabatku, Pak Jodi. Dia tersenyum padaku, sedikit terlihat mata lelahnya, sepertiku dia suka tidur sedikit sekali dalam semalam, namun sampai sekarang sikap perfeksionisnya tidak pernah lepas.  Aku dijauhkan Jodi dan para petugas dari berbagai kamera yang mencoba memotret diriku yang berjalan ke ruang sidang memakai baju tahanan.
“Ada banyak kemungkinan disini, kita sudah siapkan berkas-berkasnya, dan orang-orang yang akan menjadi saksi, Kau tak usah khawatir.” Sahut Jodi setelah sampai ruang sidang.
“iya aku percaya padamu dan pengacara yang kau rekomendasikan” jawabku singkat
Sidang  pun akan segera di mulai, aku  berjalan menuju kursi terdakwa, kusempatkan menegkok sebentar ke belakang, kulihat ada yang menenangkanku, senyum istriku selalu menjadi embun, rupanya dia baru sampai di ruang sidang dan duduk diantara keluarga besarku, ku lihat juga wajah ibu dan ayah tiriku, karena ayah kandungku sudah lama bercerai dengan ibu ketika aku masih duduk di bangku SMA dan sekarang beliau tidak terlihat di persidangan, entah karena malu, kecewa atau ada urusan yang lebih penting. Meskipun tanpa ada ayah, sakit hatiku tetap sangat kuat ketika harus melihat ibu dan ayah tiriku menyaksikan keadaanku yang seperti ini, melihatku memakai baju tahanan. Sekuat tenaga aku coba tersenyum pada mereka seraya dengan tatapan minta di doakan.
Beberapa menit  hingga jam berlalu, semua yang di keluarkan oleh pihak kami masih belum sekuat bukti-bukti yang jaksa penuntut berikan. Yaitu sebuah bukti yang di bawa KPK dari bank kalau aku sudah melakukan money laundry dari suap sebuah perusahaan. Namun aku tetap tak cukup bukti untuk menjelaskan bahwa bukan aku yang menyimpan uang itu. Di tambah aku juga lupa belum mencek saldo terakhirku yang mendadak menjadi milyaran. Dari sana aku semakin sadar kalau aku makhluk lemah tempat lupa dan salah.
Selanjutnya barulah ada asas praduga tak bersalah pada sebuah perusahaan yang meminta kerja sama padaku, yang pada waktu itu mengirimkan wanita berpakaian tak senonoh yang proposalnya aku tolak. Di duga perusahaan itu melakukan fitnah padaku dengan dalih KKN ini.
“kami mungkin pernah melakukan salah dengan mengirim wanita untuk memberikan proposal kerjasama, namun kami tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ini, anda dan pengacara anda tidak punya bukti kuat untuk menuduh kami. Kami tidak terima.” Kata Menejer perusahaan dengan sedikit tersirat kemarahan di wajahnya.
Menit ke menit, waktu terus berlalu, aku mulai lelah dengan semua ini, dalam hatiku aku berserah diri saja pada Tuhan untuk apa pun yang akan terjadi. Namun sebelum sempat hakim mengetuk palu ada seorang laki-laki yang mengajukan diri untuk menjadi saksi dan di setujui oleh hakim, dan langsung di sumpah dengan kitab suci Al-Qur’an. Ia pun mulai berbicara, rupanya dia OB di kantor DPRD yang sering mengantarkan kopi keruanganku.
“Assalamu’alaikum Wr. Wb. Nama saya Anton, belum lama ini saya mungkin hanya seorang OB di kantor DPRD ini, namun hati saya tak enak jika tak menyampaikan apa yang sebenarnya saya telah lihat. waktu itu ketika hari masih sore, hari jum’at tanggal 11 Maret 2011 saya melihat pak Jodi keluar dari ruangan pak Raka, lalu meminta saya untuk menyimpan sebuah berkas berwarna kuning untuk di disimpan di ruangan pak Raka ketika saya membereskan ruang kerja Pak Raka setelah beliau pulang, Pak Jodi mengaku lupa memberikan berkas itu pada Pak Raka ” urai Anton.
“Entah perasaan dari mana saya sedikit penasaran, saya meminta maaf sudah membuka berkas itu, karena memang pak Jodi tidak bilang itu berkas rahasia, namun di sana saya lihat ada berkas-berkas seperti dari sebuah bank bersama dengan buku tabungan milik Pak Raka”. Lanjutnya
“Sedikit aneh, jika buku tabungan pak Raka yang menyimpannya adalah pak Jodi, ini bisa jadi petunjuk”  Ucap Hakim
“Pak Raka apakah benar kejadian sore tanggal 11 Maret 2011 anda bertemu pak Jodi di ruangan bapak?” Lanjut hakim tertuju padaku
“itu betul pak, waktu itu pak Jodi ingin memberitahukan saya tentang jadwal rapat rancangan perda” jawabku dengan perasaan yang  agak bingung dengan apa yang sedang terjadi.
“Pak Jodi, apakah anda bisa menjelaskan yang sebenarnya terjadi?” Tanya hakim kepada Pak Jodi.
“Itu bohong, saya tidak pernah memberi berkas apa pun pada Anton.” Jawab Jodi dengan muka memerah.
“Esok atau lusa mungkin masalah ini akan tetap terbongkar, walau sebanyak apapun anda berkilah, kebodohan anda tidak menyuap OB hingga celah masalah ini sedikit terkuak dan yang lebih bodoh lagi anda melakukan kejahatan pada sahabat anda,” Ucap Anton pada Jodi
“Anda sebenarnya sempat benci dengan Pak Raka yang selalu saja baik hati dan punya ide-ide cemerlang. Semuanya harus tertumpu pada Pak Raka, hingga akhirnya anda melakukan kerjasama dengan perusahaan yang di tolak Pak Raka. Keuntungannya anda bagi  dua antara anda dengan perusahaan itu lalu sebagian anda masukan ke Saldo  Pak Raka setelah sebelumnya anda ambil buku tabungannya tanpa Pak Raka ketahui. Sebelum sempat Pak Raka mencek saldonya, anda sudah buat ricuh pemberitaan di media, supaya tak ada waktu untuk Pak Raka menyelidiki dan bertanya tentang tabungannya yang mendadak  melambung” Lanjut Anton
“Apa maksudmu, bukannya sudah jelas perusahaan yang di tolak pak Raka tak bersalah?, kau jangan mengada-ada, hanya seorang OB saja berani menyelidik.” Jawab Jodi makin memanas.
“Anda dan perusahaan sebenarnya saling melindungi, itu sebabnya anda pura-pura membantu dan mencarikan pengacara untuk pak Raka, agar kasus ini tak terbongkar. Namun dengan hal kecil OB saja semuanya bisa merembet terbuka. Baik, sekarang saya perkenalkan jati diri saya, saya adalah salah satu orang Badan Intelejen Negara, yang sering menangani kasus masalah dalam Negeri” Jawab Anton kembali.
Jodi tergagap tak bisa menjawab apa pun lagi. Sesaat terdiam dan akhirnya
“ Baiklah, Saya mengakui kesalahan saya, Saya Mohon maafkan saya Pak Raka, kita masih bersahabat kan? Tolong Jangan masukan saya ke penjara.” Ucap Jodi penuh harap
“Hukum harus tetap di tegakkan!” Jawabku dengan tatapan tajam kearah Pak Jodi.

Seorang perfeksionis pun bisa melupakan celah kecil kebusukannya. Ada rasa lega terpecahkan masalahku ,namun disisi lain ada rasa sakit dan masih serasa mimpi kalau teman yang ku anggap pembelaku, pengingatku, penyemangatku. Kita mimpi bersama sejak muda, ku fikir hingga tua pun akan tetap seperti itu namun nyatanya dia adalah musuh di balik selimut.

***
Kini anakku sudah membaik dari rumah sakit. Media yang memberitakan tentangku kini sudah banyak tersebar dimana-mana tentang kebenaran. Hingga tak ada lagi yang dapat menyanggah kebenaran itu. Anakku meminta maaf atas kesalahpahaman dia menilaiku dan berjanji akan menjadi anak yang baik.
Kemarin saat aku menjenguk Jodi di kamar tahanan, entah mengapa aku menjadi sedikit lega mendengar pernyataan dia padaku. Tentang penyesalannya yang kurasa beda dengan penyesalan waktu di persidangan, yang ini terasa lebih tulus, entah karena waktu di persidangan aku yang sedang tersulut emosi. Yang aku tau sejak kita bersama dari SMA dia orang yang bersih, hampir tidak pernah sama sekali melakukan kecurangan, bahkan selalu menjadi yang terbaik di sekolah dengan prestasinya, lalu disusul dengan prestasiku. Namun entah bisikan dari mana hanya karena takut jabatannya tergeser olehku, dia bisa memfitnahku.
“Maafkan aku, sobat. Aku benar-benar menyesal, kini aku lebih memilih menjadi rakyat biasa yang baik, dari pada harus menjadi pemimpin yang jahat. Semuanya benar-benar tak berguna.” ungkap Jodi menyesal.
“Kau ingat ucapan seorang teman kita yang ceplas-ceplos waktu SMA? Dia mengakui aku pintar, namun dia lebih suka kepintaranmu yang selalu diringi rendah hati. Katanya kelak kau akan lebih sukses dari aku. Dan itu memang terjadi.” lanjutnya dengan nada semakin parau.
“Sudahlah aku sudah memaafkanmu, sukses atau tidak, mulia atau hina bukan hanya karena masa lalu tapi apa yang kita jalani sekarang, selagi mau berusaha menjadi lebih baik di sana ada jalan.” jawabku.

*TAMAT*


Komentar

Postingan populer dari blog ini

meraih mimpi