Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

Caleg atau mobil mogok

Oleh Yusup Bachtiar Hampir mendekati dipenghujung tahun 2013 yang sedikit lagi dihadapkan oleh prediksi oleh setiap orang bahwa tahun selanjutnya akan dihadapkan pada tahun yang penuh dengan peristiwa politik. Walaupun tak dipungkiri bahwa tahun 2013 pun telah diwarnai begitu banyak pernak-pernik peristiwa yang cukup menguras pikiran dan emosi kita sebagai masyarakat Indonesia. Selajutnya yang harus menjadi perhatian kita semua adalah terkait pemilu 2014 yang akan diawali dengan pemilu calon legislatif untuk memilih para calon yang katanya wakil rakyat yang jatuh pada tanggal 9 April 2014. Selanjutnya adalah pemilihan presiden dan wakil presiden yang jatuh pada tanggal 9 juli 2014. Hal inilah yang sudah mulai tampak gelora kampanye politik saat ini. Ada apa sih dengan mereka yang akan menyalonkan diri? Memang tidak ada yang salah dari momen pencalonan tersebut. Akan tetapi yang patut untuk dikritisi adalah apakah janji-janji manis yang dilontarkan sesuai dengan hati nurani dan y

Rekonstruksi Pemahaman Kebangsaan

Oleh : Yusup Bachtiar               Sudah begitu lama kita melewati masa-masa dimana pada saat itu para pejuang dan para founding father berusaha sekuat tenaga mengorbankan segala bentuk pengorbanannya, baik itu moril maupun materil bahkan seluruh tumpah darah dan air mata. Sudah menjadi saksi sejarah bagi bangsa dan Negara Indonesia bahwa berdiri dan berdaulatnya Indonesia tak lepas dari bercucurannya darah dan air mata. Sehingga inilah yang menjadikan bangsa kita menjadi bangsa yang penuh dengan suka dan duka dalam perjuangannya. Dewasa ini kita dihadapkan dengan begitu banyaknya tantangan seperti masuknya pengaruh ideologi atau pandangan pemikiran dan budaya asing. Memang terlintas hal tersebut tidak mengkhawatirkan, tapi masuknya hal tersebut menjadi salah satu hal yang patut untuk di khawatirkan sebagai bentuk antisipasi. Sebab implikasinya begitu komleks terhadap kelangsungan bangsa dan generasi penerusnya. Bayangkan jika masyarakat Indonesia terus-menerus dicekoki oleh p

Nasionalisme 120 menit

Oleh Yusup Bachtiar            Begitu panjang perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Butuh waktu yang lama pula untuk mensolidkan segala bentuk perbedaan dan ambisi dari berbagai sudut perjuangan dari sudut daerah, suku, ras, agama dan golongan. Selain itu butuh penyatuan konsep yang lama pula untuk memperkokoh ideologi bangsa Indonesia dalam menata roh negeri ini. Namun itu terjawabkan dalam catatan sejarah dan doktrinasi bahwa Indonesia butuh 350 tahun lamanya untuk memperoleh sebuah kebebasan dari belenggu penjajah yakni sebuah kemerdekaan dan sebuah pernyataan kuat terhadap negeri ini dari tangan pihak asing. Perjuangan mengatas namakan bangsa Indonesia, bahasa persatuan Indonesia dan tanah air satu Indonesia tercinta.            Kini bentuk perjuangan nampak berbeda dan begitu serentak saat-saat ini. Bukan lagi berperang militer dengan bangsa asing, bukan lagi berkeluh kesah akan sebuah penderitaan dan bukan lagi meneteskan darah. Melainkan seb

Orientasi Keilmuwan yang tak Tepat Guna

Oleh Yusup Bachtiar Melihat kondisi negera ini nampaknya masyarakat sudah hampir mengalami ketidakpercayaan terhadap keadaan yang sedang dihadapi sekarang ini. Tentunya ini disebabkan oleh beberapa permasalahan yang hampir mendasar dan menyentuh unsur terdekat bagi masyarakat Indonesia. Ketidakpercayaan tersebut tentunya dilontarkan kepada stock holder ataupun sang penguasa negeri ini yakni pemerintah. Entahlah siapa itu pemerintahnya namun yang menjadi sorotan penulis bukan untuk menyalahkan atau menghakimi sedini ini, akan tetapi mari kita mencoba menelaah penyebab kekhilafan ini semua.  Sekarang ini kita tengah dihadapi dengan  merosotnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar yang saat ini hampir mencapai kisaran RP. 12.000 dan ini merupakan hal yang amat pelik jika tak terselesaikan dengan baik. Lalu permasalahan muncul kembali yang ditenggarai oleh langkanya pasokan kedelai karena hal tersebut merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia.   Lalu dimanakah peran keilmuwan saat ini, 

SETITIK PUTIH DI ATAS HITAM

Oleh : Kulsum Choerunnisa Sore ini aku masih berada di kantor tempatku mengabdi, ku lirik  foto istri dan anak-anakku yang sengaja ku pajang di samping meja kerja, rasanya sudah rindu sekali ada di dekat mereka, (me- refresh ) kembali pikiran yang lelah ini. Meskipun esok akhir pekan, namun tetap saja aku tidak banyak waktu luang. Sembari duduk di kursi empuk aku mulai membuka kembali tumpukan berkas-berkas yang masih perlu aku olah, namun tiba-tiba pikiranku melayang  ke waktu yang lain, lalu mendadak merinding mengingat kemarin ada wanita berpakaian tidak senonoh dengan gelagat menggoda datang ke ruanganku membawa proposal yang ku tolak kerja samanya dari sebuah perusahaan untuk pembangunan suatu daerah. Hatiku berdesir kala itu, Untunglah aku  masih diselamatkan Tuhan, foto istriku yang ku pajang mengingatkanku betapa pasti istriku sangat terluka jika mengetahui aku bermain serong. Tok tok tok.  suara ketukan pintu menyadarkanku ke alam sadar. “Silahkan masuk” sambutku,

Konsepsi Membangun Negeri Jilid I

Gambar
Oleh Yusup Bachtiar cikidot.com Begitu mudahnya ketika kita menyebutkan berbagai permasalahan bahkan kebobrokan negeri ini, dan begitu sulitnya kita menyebutkan akan prestasi yang lahir dari negeri ini.  Nampaknya hal yang demikian memang nyata dan raelita yang terjadi di kehidupan kita sehari-hari.  Lantas apa yang menjadi permasalahan saat ini ketika negeri kita tercinta sedang merindukan pangkuan sebuah mahakarya dahsyat dari sang penghuni negeri ini. Sebuah permasalahan ini lebih tepatnya bagaimana kita mampu untuk menumbuhkan kembali terhadap kebanggaan masyarakat terhadap Indonesia dan eksistensi memperbaiki tatanan Indoenesia. Pernah dengarkah kalian dengan pernyataan berikut ini, “Aku tidak akan bebicara tentang kebobrokan negeri ini tapi aku akan berbicara tentang bagaimana memperbaiki negeri ini”. Kutipan pernyataan tersebut mempunyai makna yang luarbiasa sebagai pekikan kita sebagai anak bangsa, bahwa berfikir dan mengkritisi sesuatu tidak hanya selalu menuntu